Minggu, 25 Maret 2018

Kehidupan di Pondok dan Belajar Kitab Kuning


Dalam tulisan ini saya akan menceritakan pengalaman saya selama observasi pondok pesantren “live in pondok 1x24jam” guna memenuhi tugas yang dosen saya berikan kepada saya, tugas mata kuliah Metodologi Studi Islam yaitu mengamati bagaimana relasi antara kehidupan di pondok dengan studi Islam klasik. Awal cerita saya saya mulai dari bagaimana saya dan kelompok saya menentukan dimana saya akan melakukan observasi pondok tersebut. Kegiatan observasi pondok dilakukan dengan sistem berkelompok dan kelompok saya terdiri dari 6 orang. Kelompok saya akhirnya menentukan Pondok Pesantren Ta’mirul Islam sebagai tempat observasi saya, karena memang berdasarkan tugas saya diminta untuk mempelajari kitab kuning dan kebetulan di Ta’mirul Islam mempelajari kitab kuning tersebut. Saya mendapatkan informasi tentang Pondok Pesantren Ta’mirul Islam dari internet. Pondok Pesantren Ta’mirul Islam beralamat di Jl. KH Samanhudi No.3, Bumi, Laweyan, Kota Surakarta, Jawa Tengah 57142.

PENENTUAN DAN SURVEI TEMPAT PONDOK
Dalam mencari pondok pesantren tidak terasa berat seperti rindu Dilan kepada Milea, saya hanya perlu panas-panasan dan merasa lelahnya seharian berada di jalanan. Alhamdulillah saya pun juga tidak mengalami penolakan atau halangan apapun itu. Hal pertama yang saya lakukan yaitu searching, setelah menemukan hasilnya kemudian kami mencari alamat pondok tersebut,  dan kemudian survei. Awalnya kelompok yang ber-live in di Pondok Pesantren Ta’mirul Islam terdapat 2 kelompok yang berjumlahkan 10 orang, namun ternyata dari peraturan yang diberikan dari dosen setiap satu pondok pesantren hanya diijinkan maksimal 6 orang, akhirnya kelompok yang satunya memilih untuk mencari pondok pesantren yang lain. Kemudian di lain hari, saya melakukan survei dengan mendatangi pondok tersebut dan membawa surat izin yang telah disetujui dosen dan kampus saya untuk melakukan observasi di Pondok Pesantren Ta’mirul Islam.

LOBY PIMPINAN PONDOK
Pada hari Selasa tanggal 12 Maret 2018 kami pun datang ke pondok dengan tujuan untuk menemui pimpinan pondok, yaitu KH. Mohammad Halim, S.H. Ketika mengadakan loby pimpinan dengan beliau, saya pun dijelaskan sedikit tentang bagaimana kehidupan dan pembelajaran di pondok. Awal rencana, kelompok saya berniat untuk menginap pada hari Rabu tanggal 14 Maret 2018, tetapi kembali pada tujuan awal saya yaitu untuk mempelajari kitab kuning. Pada hari tersebut tidak ada jadwal pembelajaran kitab kuning. Akhirnya saya mengikuti bagaimana peraturan jadwal di pondok untuk mengikuti pembelajaran kitab kuning yang dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 18 Maret 2018. Di awal rencana kami akan melakukan live in selama 24 jam, namun tiba-tiba ada kabar yang cukup mendadak bahwa pada hari Senin tanggal 19 Maret 2018 pukul 07.00 pagi ada pengajuan mata kuliah, akhirnya hanya melakukan live in selama 12 jam saja. Pada saat loby pimpinan, saya dipertemukan dengan ustadzah-ustadzah yang kelak akan membantu saya pada observasi selama di pondok. Sesuai perjanjian kami akan memulai live in pada tanggal 18 Maret 2018 pukul 09.00 pagi.

HARI H LIVE IN PONDOK
Kemudian pada hari H yaitu pada hari Senin tanggal 18 Maret 2018 pukul 09.00 kami datang ke pondok sesuai perjanjian kami sebelumnya. Sebelum memulai untuk observasi saya pun diajak menuju ruang kantor pengasuhan terlebih dahulu untuk diberitahu mengenai aturan-aturan apa saja yang diberlakukan di pondok. Salah satu ustadzah yang saya ingat adalah beliau bernama ustadzah lutfiah. Saya pun dijelaskan bahwa di pesantren kami tidak diperkenankan untuk membawa handphone supaya lebih merasakan bagaimana suasana pondok yang sebenarnya, namun kemudian kami meminta dispensasi untuk hanya membawa 1 handphone saja untuk dokumentasi. Kemudian kami dijelaskan bahwa dalam sekali makan per orang dikenakan biaya 3000 rupiah. Sebenarnya jatah kami dalam sehari itu adalah makan 2x namun kami lebih memlih 1x, yaitu satu kali makan di luar dan satu kali makan di pondok. Sehingga kami hanya perlu membayar sejumlah 3000 rupiah saja.
Kami ditunjukkan ruang dimana kami tempat untuk istirahat dan meletakkan barang-barang bawaan kami. Beliau-beliau ustadzah sangatlah ramah, begitu juga para santriwati yang saya temui disana mereka sangat ramah, sopan, dan segan. Ketika saya datang disana saya pun disambut dengan senyuman mereka. Mereka berpakaian layaknya santriwati-santriwati yaitu memakai longdress atau gamis dan jilbab panjang yang menjulur sampai dada mereka. Muka mereka pun bersih bersinar tanpa sentuhan make up sedikitpun. Saya beranggapan bahwa itu berkat air wudhu yang mereka gunakan setiap harinya. Dalam kesehariannya, mereka menggunakan bahasa Arab dan bahasa Inggris sebagai bahasa sehari-hari. Mereka dilarang untuk menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.

LIVE IN PONDOK
            Setelah dari ruang pengasuhan, kami pun diantarkan menuju ruang dimana tempat untuk kami istirahat. Kami pun istirahat sejenak dan kemudian melanjutkan kegiatan dengan mengikuti pembelajaran fikih. Kami pun ikut masuk kelas dan merasakan bagaimana suasana di pondok ketika pembelajaran di dalam kelas. Mereka diajar oleh ustadzah yang sangat baik dan ramah. Kebetulan kelas yang kami masuki adalah kelas anak ekonomi kelas XII. Kami pun melakukan pengamatan bagaimana suasana kelas, bagaimana sistem belajar mengajar mereka, dan lain-lain. Dalam pengamatan di dalam kelas, saya mendapati bahwa suasana ketika belajar mengajar terasa nyaman dan tidak gaduh. Meski tidak terdapat AC di dalamnya namun saya tidak merasakan gerah sedikitpun. Ketika proses kegiatan belajar mengajar ustadzah dan para santriwati menggunakan bahasa Arab karena kebetulan mata pelajaran yang diajarkan yaitu fikih yang menggunakan kitab bertuliskan Arab.
Ustadzah mengatakan bahwa setiap harinya pada santriwati ketika belajar bahasa Arab menggunakan bahasa Arab, ketika belajar bahasa Inggris mereka menggunakan bahasa Inggris, tetapi ketika mereka belajar selain itu mereka menggunakan bahasa Indonesia. Ustadzah pun sangat ramah kepada kami, kami dibiarkan ikut dalam kegiatan belajar mengajar, kami pun diijinkan turut andil di dalamya misalnya bertanya apabila kami tidak paham akan materi yang disampaikannya. Saya pun telah merangkum materi apa yang telah ustadzah berikan pada waktu itu. Materinya adalah mengenai “Istihadhah”. Ustadzah menjelaskan mengenai apa itu istihadhah dan kebetulan saya pun baru mendengar kata itu untuk pertama kalinya. Dan saya rasa materi tersebut cukup menarik untuk didengarkan karena berhubungan dengan wanita dan kewanitaan.

ISTIHADHAH
Apa yang dimaksud istihadhah? Istihadhah adalah keluarnya darah bukan karena haid dan bukan karena melahirkan. Batas maksimal haid seorang wanita adalah 15 hari dan batas minimal suci seorang wanita adalah 15 hari, apabila setelah 15 hari tersebut tetapi masih keluar darah maka hal tersebut dapat dikatakan sebagai istihadhah. Wanita yang dalam keadaan istihadhah mereka tetap dalam keadaan yang suci karena darah tersebut tidak termasuk darah kotor. Dalam keadaan istihadhah tersebut wanita diperbolehkan bahkan diwajibkan untuk tetap sholat, tetap berpuasa, dan sebagainya. Patokan haid seorang wanita adalah silkus berdasarkan kebiasaan setiap bulannya. Misalnya pada bulan ini si wanita tersebut haid pada tanggal sekian, kemudian pada bulan berikutnya wanita tersebut haid maju beberapa hari dari bulan yang sebelumnya, nah dari situlah wanita dapat memperhitungkan apakah ia sedang haid atau dalam masa istihadhah.
Terdapat beberapa pendapat tentang ketentuan istihadhah, dari pendapat-pendapat tersebut terdapat perbedaan-perbedaannya pula. Berikut adalah pendapat-pendapat tentang ketentuan istihadhah, antara lain :
1)      Pendapat pertama
Pendapat pertama ini berpendapat bahwa ketika seorang wanita mengalami istihadhah maka ia harus mandi 1x sehari, mandi dalam hal ini yaitu mandi besar. Ketika darah sudah berhenti kita harus mandi walaupun dalam keadaan belum suci. Pada pendapat pertama ini masih digolongkan menjadi dalam 2 kelompok lagi, pendapat tersebut antara lain:
a)      Pendapat pertama golongan pertama
Pendapat ini diikuti imam-imam mazhab terkemuka seperti imam syafii, hanafi, maliki, hambali, dan yang lainnya. Pada kelompok ini mereka berpendapat bahwa seorang wanita ketika dalam masa istihadhah ia cukup mandi satu kali, namun mereka harus tetap wudhu setiap akan sholat walaupun dalam keadaan belum batal dari sholat yang sebelumnya.
b)      Pendapat kedua golongan pertama
Pendapat ini mengatakan bahwa tidak harus selalu wudhu, kita boleh hanya wudhu dalam satu waktu yaitu pada saat yang disukai saja atau sunnah, tetapi jika wudhu lagi lebih baik lagi.

2)      Pendapat yang kedua
Pendapat ini menjelaskan bahwa seorang wanita yang sedang dalam keadaan istihadhah mereka wajib mandi di akhir dzuhur atau awal ashar, kemudian dalam pelaksanaan sholatnya dilaksanakan dzuhur dan ashar dengan cara dijama’. Kemudian sholat maghrib diakhirkan atau awal isya’, pelaksanaan sholatnya seperti yang sebelumnya yaitu dijama’. Kemudian untuk sholat subuh kita diwajibkan untuk mandi lagi. Jadi dapat disimpulkan bahwa pada pendapat yang kedua ini, seorang wanita yang sedang dalam keadaan istihadhah diwajibkan mandi 3x sehari.

3)      Pendapat yang ketiga
Pendapat ini mengatakan bahwa seorang wanit yang sedang dalam keadaan istihadhah mereka boleh mandi sehari hanya satu kali tanpa diberi batasan waktu, dalam hal ini yang dimaksudkan adlaah mandi suci.

4)      Pendapat yang keempat
Pendapat ini beranggapan bahwa seorang wanita yang sedang dalam keadaan istihadah mereka diwajibkan bahwa setiap mereka akan sholat mereka harus mandi besar terlebih dahulu.

Setelah mengikuti pelajaran fikih tersebut, saya dan teman-teman pun diajak ikut serta dalam menjenguk teman salah satu dari anak kelas tersebut yang sedang sakit. Entah sebenarnya ini adalah aib atau apa itu ketika saya mengingat hal ini perut saya sakit karena tertawa, ketika menengok teman satu kelas kami tersebut, salah satu dari teman kami mungkin ia merasa lapar dan tidak dapat menahannya. Ketika suasana sedang hening-heningnya dalam membaca doa, perut teman kami tersebut berbunyi cukup keras “kruk kruk krukkk” yang menandakan bahwa ia sangat sedang lapar. Seketika itu saya dan teman-teman saya saling lirik melirik. Seketika itu juga saya dan teman saya yang satunya lagi mulai tidak konsentrasi dalam berdoa dan kami pun tidak dapat menahan tawa kami. Setelah menjenguk orang sakit, saya pun menuju kamar istirahat kami, dan kemudian kami makan makanan yang kami bawa. Kami pun saling mengeluarkan makanan yang kami bawa, saling bertukar, dan saling mencicipi.

PENGAMATAN DAN OBSERVASI
a)      Bebek-bebek kecil
Setelah makan-makan kecil kami pun turun dan sekedar duduk-duduk di halaman utama pondok pesantren putri, kami pun melakukan pengamatan terhadap pondok, aktivitas sehari-hari, berbagi cerita dengan para santriwati, dan bersenda gurau dengan mereka. Pada saat itu kami pun dibuat kepo dengan keberadaan beberapa bebek yang dibiarkan berkeliaran di halaman utama. Kemudian kami pun mencoba menanyakan perihal itu kepada salah satu santriwati yang bernama Rafika, ia mengatakan bahwa bebek-bebek itu sengaja dibiarkan berkeliaran di halaman utama sebagai hukuman kepada santriwati yang gagal dalam mencalonkan diri sebagai dewan ambalan. Mereka harus menjaga bebek-bebek tersebut agar tidak mati selama 1 bulan, bebek-bebek tersebut dibiarkan mencari makan di halaman. Dan apabila ada bebek yang mati maka pihak pondok akan menggantinya dengan bebek kecil dan itu akan terjadi terus menerus. Rafika bercerita bahwa dulu pernah ada bebek yang mati karena diterkam dan dimakan kucing hmmm cukup menyedihkan ya.. 
b)      Air keran untuk minum
Kemudian dari pengamatan kami, kami pun dibuat penasaran dengan para santriwati yang menggunakan air keran sebagai air minum mereka, kami pun menanyakannya pula kepada Rafika, kata Rafika bahwa itu adalah air yang sudah aman yang telah melewati proses penyaringan sebelumnya.  Selain itu, di sana terdapat beberapa seragam yang dikenakan santriwati, ada yang berwarna hijau, biru, dan peach. Seragam-seragam tersebut dikenakan para santriwati sesuai dengan tingkatan kelas mereka.
c)      Muhadharoh (Orasi)
Setelah berbincang-bincang cukup banyak dengan Rafika saya pun diizinkan untuk mengikuti muhadharoh (orasi). Muhadharoh tersebut dilaksanakan di dalam ruang kelas. Kami pun dipersilahkan masuk, dan ketika kami masuk para santriwati pun tersenyum dengan manisnya. Kemudian kami dipesilahkan untuk duduk, kami pun meminta duduk di bagian belakang saja mereka sangat ramah, ketika kami masuk tempat duduk bagian belakang sebenarnya sudah diduduki oleh mereka, tetapi karena kami meminta duduk di situ akhirnya mereka pun yang mengalah hihi. Tak berapa lama kemudian acara tersebut dimulai dengan susunan acara, para MC, dan para santriwati yang hendak menyampaikan orasinya. Ada yang santai-santai saja, ada yang tegang, dan adapula yang malu-malu. Namun kami cukup terhibur dan terkagum dengan keberanian mereka. Tak hanya itu, orasi ini tidak menegangkan namun justru terasa asyik kare diselingi beberapa yel-yel, misalnya ketika seorang lupa dengan apa yang akan ia sampaikan kemudia teman-teman yang di belakang menyanyikan suatu yel-yel.

Setelah mengikuti muhadharoh para santriwati pun melakukan bersih-bersih. Kami pun kembali ke kamar kami untuk istirahat sejenak dan membersihkan kamar kami. Tak lupa kami pun meminta berfoto bersama para santriwati sebagai kenang-kenangan selama kami melakukan observasi di pondok Ta’mirul Islam. Mereka pun megiyakan permintaan kami. Saya pun lupa menjelaskan bahwa sebenarnya kelompok kami tediri dari 6 orang, tetapi H-2 sebelum live in pondok, salah satu dari anggota kelompok kami yaitu Zairotul Zamronah atau yang biasa dipanggil Zamzam tidak dapat mengikuti live in pondok dikarenakan sakit. Akhirnya kami hanya berlima selama melakukan observasi di pondok.
Sore hari telah tiba, satu persatu dari kami pun mulai antri untuk mandi. Kami disediakan kamar untuk mandi bersama dengan kamar mandi ustadzah. Pada saat itu juga kami diantar makanan ke kamar oleh salah satu santriwati. Yang saya heran, mengapa dengan budget 3000 kami mendapatkan makanan yang tidak seharusnya kami dapatkan. Subhanallah makanan yang disuguhkan menurut kami melebihi jumlah uang 3000 tersebut. Saya benar-benar merasa beruntung dan sangat berterima kasih atas apa yang telah mereka berikan kepada kami di pondok. Kami pun berbincang-bincang sedikit dengan santriwati yang telah mengantarkan makanan tersbut, kami saling berkenalan dan saling berbagi cerita sedikit. Memang menurut saya para santriwati disana sangat lah terdidik, mereka sopan dna halus dalam bertutur kata. Masyaallah.
Mengapa dalam cerita ini saya tidak menceritakan tentang sholat? Karena kebetulan pada hari itu saya ‘udzur/halangan jadi saya pun tidak dapat sholat di pondok. Sedih rasanya ketika saya merasa bahwa saya tidak akan pernah bisa masuk mushola yang diceritakan teman saya bahwa suasana di mushola tersebut adem dan ayem, air wudhunya pun menyegarkan. Namun tebakan saya itu ternyata salah, pada malam harinya tepatnya yaitu ba’da isya. Ba’da isya kami diizinkan mengikuti kajian yang diikuti oleh semua santriwati yang ada di pondok putri tersebut. Pada kajian tersebut sang ustadz menjelaskan tentang gambaran hari kiamat, adab-adab yang baik untuk para wanita, berperilaku mahmudah, dan lain-lain.

PEMBELAJARAN KITAB KUNING
Sesudah mengikuti kajian, saya pun mengikuti pembelajaran kitab kuning. Kegiatan inilah yang merupakan inti dan tujuan dari live in kami selama di Pondok Pesantren Ta’mirul Islam. Saya pun menuju sebuah bangunan sebelah pindok putra. Saat kami datang, disitu telah ada bapak-bapak dan beberapa remaja putri dan putra. Kami pun dipersilahkan duduk dan mengikutinya. Jam pada waktu itu menunjukkan pukul 21.00, jadi wajar saja bila saya dan teman-teman saya merasakan ngantuk sehingga tidak amat konsentrasi dengan apa yang disampaikan oleh kyai yang pada saat itu menjadi pemimpin dalam pembelajaran kitab kuning tersebut. Kami diberi satu kitab kemudian digunakan bersama, kitab tersebut berisi tulisan Arab seluruhnya. Kami pun yang tidak terlalu mengerti bagaimana cara membacanya hanya ikut mendengarkan dan mencatat hal-hal yang terdengar sekilas di telinga.
Pembelajaran dan penerjemahan kitab kuning menggunakan campuran bahasa Jawa dan Indonesia. Sang kyai memberitahukan cara membaca dan alasan mengapa harus dibaca seperti itu kemudian diberikan contoh dan artinya apa dari contoh tersebut. Cara pembelajaran kitab kuning yaitu dibaca Arabnya terlebih dahulu baru kemudian diartikan maksudnya satu persatu. Pembelajarannya diikuti dengan beberapa ustadzah pembimbing. Metodenya dilakukan secara langsung atau dijelaskan langsung oleh sang kyai dan jika ada yang kurang faham dapat ditanyakan langsung dengan kyainya. Pembelajaran dilakukan oleh santriwan dan santriwati dengan pembatas yaitu tembok.
Prosesnya dilakukan dengan cara dijelaskan terlebih dahulu baru kemudian sesi tanya jawab. Sang penanya mayoritas sudah pria yang sudah manula dan ketika menanyakan beliau menggunakan bahasa Jawa. sesi tanya jawab disertai dengan perdebatan kecil antara penanya dengan sang kyai. Tak hanya itu dalam pembelajaran diselingi dengan candaan kecil agar tidak terasa membosankan. Kyai pun menjelaskan tentang isim, fi’il, dan dhamir yang terdapat dalam bacaan.  Dalam pembelajaran dijelaskan pula tentang perubahan-perubahan yang terjadi. Dilakukan pula dengan nyanyian. Bacaan di dalam kitab kuning ada yang berharokat dan ada pula yang tidak berharokat atau yang biasa disebut dengan Arab gundul.

Setelah selesai mengikuti pembelajaran kitab kuning yaitu sekitar pukul 21.30 saya pun kembali ke kamar untuk istirahat sejenak sembari membereskan barang-barang bawaan kami. Tidak lupa juga kami merapikan tempat tidur yang sudah disediakan untuk kami lengkap dengan bantal dan gulingnya. Memang ada benarnya pepatah “home sweet home” seindah apapun tempat orang lain, atau bahkan senyaman apapun tempat itu tetap saja rumah kita sendirilah yang paling nyaman. Selesai mengepack barang-barang bawaan kami dan membereskan kamar, kami pun turun untuk berpamitan dengan para ustadzah dan para santriwati yang telah membantu dan membimbing kami selama kami berada di pondok. Tidak lupa juga kami memberi sedikit kenang-kenangan sebagai tanda terimakasih kami kepada para beliau. Kami memberi Al-Quran yang telah kami beli sebelumya pada siang hari sewaktu makan siang. Mengapa kami memberi Al-Quran? Mengapa tidak barang yang lain saja? Karena menurut kami Al-Quran dapat bermanfaat bagi para santriwati, dan itu termasuk amal jariyah bagi kami ketika A-Quran tersebut dapat berguna dan dibaca oleh para santriwati disana. Insyaallah

KESIMPULAN DAN PELAJARAN
Sebagai seorang mahasiswa, dari cerita dan pengalaman saya selama berada di pondok, pelajaran yang dapat saya ambil adalah bahwa kita harus banyak-banyak mempelajari ilmu agama, semakin banyak kita mempelajari dan mendalaminya maka semakin kita merasa bodoh dan sadar bahwa pengetahuan kita terbatas dan masih sangat kurang. Dari yang menurut kita bahwa apa yang kita lakukan sudah baik, ternyata setelah saya bandingkan dengan para santriwati saya pun merasa bahwa saya selama ini merasa sangat kurang, merasa sombong dengan apa yang saya punya dan yang saya lakukan. Dari kehidupan di pondok hal yang dapat saya ambil adalah kesederhanaan dan kebersamaan mereka, kita harus hidup mandiri tanpa bergantung dengan orang tua. Dari kehidupan di pondok menjadikan kita dapat mengurus diri kita sendiri dan tidak manja terhadap orang tua, menjadikan kami lebih dewasa dan berakhlaqul karimah. Serta ilmu yang didapatkan di pondok semoga dapat bermanfaat bagi kehidupan di dunia dan di akhirat. Sudah dapat saya pastikan bahwa anak-anak yang lebih memilih hidup dan menuntut ilmu di pondok, mereka lebih baik dari mereka-mereka kids jaman now.
Sekian dan terimakasih :)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar