Dalam tulisan ini saya akan menceritakan
pengalaman saya selama observasi pondok pesantren “live in pondok 1x24jam” guna
memenuhi tugas yang dosen saya berikan kepada saya, tugas mata kuliah
Metodologi Studi Islam yaitu mengamati bagaimana relasi antara kehidupan di
pondok dengan studi Islam klasik. Awal cerita saya saya mulai dari bagaimana
saya dan kelompok saya menentukan dimana saya akan melakukan observasi pondok
tersebut. Kegiatan observasi pondok dilakukan dengan sistem berkelompok dan
kelompok saya terdiri dari 6 orang. Kelompok saya akhirnya menentukan Pondok
Pesantren Ta’mirul Islam sebagai tempat observasi saya, karena memang
berdasarkan tugas saya diminta untuk mempelajari kitab kuning dan kebetulan di
Ta’mirul Islam mempelajari kitab kuning tersebut. Saya mendapatkan informasi
tentang Pondok Pesantren Ta’mirul Islam dari internet. Pondok Pesantren Ta’mirul
Islam beralamat di Jl. KH Samanhudi No.3, Bumi,
Laweyan, Kota Surakarta, Jawa Tengah 57142.
PENENTUAN DAN
SURVEI TEMPAT PONDOK
Dalam mencari pondok
pesantren tidak terasa berat seperti rindu Dilan kepada Milea, saya hanya perlu
panas-panasan dan merasa lelahnya seharian berada di jalanan. Alhamdulillah saya
pun juga tidak mengalami penolakan atau halangan apapun itu. Hal pertama yang
saya lakukan yaitu searching, setelah menemukan hasilnya kemudian kami mencari
alamat pondok tersebut, dan kemudian
survei. Awalnya kelompok yang ber-live in di Pondok Pesantren Ta’mirul Islam terdapat
2 kelompok yang berjumlahkan 10 orang, namun ternyata dari peraturan yang
diberikan dari dosen setiap satu pondok pesantren hanya diijinkan maksimal 6
orang, akhirnya kelompok yang satunya memilih untuk mencari pondok pesantren
yang lain. Kemudian di lain hari, saya melakukan survei dengan mendatangi
pondok tersebut dan membawa surat izin yang telah disetujui dosen dan kampus saya
untuk melakukan observasi di Pondok Pesantren Ta’mirul Islam.
LOBY
PIMPINAN PONDOK
Pada hari Selasa
tanggal 12 Maret 2018 kami pun datang ke pondok dengan tujuan untuk menemui
pimpinan pondok, yaitu KH. Mohammad Halim, S.H. Ketika mengadakan loby pimpinan
dengan beliau, saya pun dijelaskan sedikit tentang bagaimana kehidupan dan
pembelajaran di pondok. Awal rencana, kelompok saya berniat untuk menginap pada
hari Rabu tanggal 14 Maret 2018, tetapi kembali pada tujuan awal saya yaitu
untuk mempelajari kitab kuning. Pada hari tersebut tidak ada jadwal
pembelajaran kitab kuning. Akhirnya saya mengikuti bagaimana peraturan jadwal
di pondok untuk mengikuti pembelajaran kitab kuning yang dilaksanakan pada hari
Minggu tanggal 18 Maret 2018. Di awal rencana kami akan melakukan live in
selama 24 jam, namun tiba-tiba ada kabar yang cukup mendadak bahwa pada hari
Senin tanggal 19 Maret 2018 pukul 07.00 pagi ada pengajuan mata kuliah,
akhirnya hanya melakukan live in selama 12 jam saja. Pada saat loby pimpinan,
saya dipertemukan dengan ustadzah-ustadzah yang kelak akan membantu saya pada
observasi selama di pondok. Sesuai perjanjian kami akan memulai live in pada
tanggal 18 Maret 2018 pukul 09.00 pagi.
HARI
H LIVE IN PONDOK
Kemudian pada hari H
yaitu pada hari Senin tanggal 18 Maret 2018 pukul 09.00 kami datang ke pondok sesuai
perjanjian kami sebelumnya. Sebelum memulai untuk observasi saya pun diajak menuju
ruang kantor pengasuhan terlebih dahulu untuk diberitahu mengenai aturan-aturan
apa saja yang diberlakukan di pondok. Salah satu ustadzah yang saya ingat
adalah beliau bernama ustadzah lutfiah. Saya pun dijelaskan bahwa di pesantren
kami tidak diperkenankan untuk membawa handphone supaya lebih merasakan
bagaimana suasana pondok yang sebenarnya, namun kemudian kami meminta dispensasi
untuk hanya membawa 1 handphone saja untuk dokumentasi. Kemudian kami
dijelaskan bahwa dalam sekali makan per orang dikenakan biaya 3000 rupiah. Sebenarnya
jatah kami dalam sehari itu adalah makan 2x namun kami lebih memlih 1x, yaitu
satu kali makan di luar dan satu kali makan di pondok. Sehingga kami hanya
perlu membayar sejumlah 3000 rupiah saja.
Kami ditunjukkan ruang
dimana kami tempat untuk istirahat dan meletakkan barang-barang bawaan kami. Beliau-beliau
ustadzah sangatlah ramah, begitu juga para santriwati yang saya temui disana
mereka sangat ramah, sopan, dan segan. Ketika saya datang disana saya pun
disambut dengan senyuman mereka. Mereka berpakaian layaknya
santriwati-santriwati yaitu memakai longdress atau gamis dan jilbab panjang
yang menjulur sampai dada mereka. Muka mereka pun bersih bersinar tanpa
sentuhan make up sedikitpun. Saya beranggapan bahwa itu berkat air wudhu yang
mereka gunakan setiap harinya. Dalam kesehariannya, mereka menggunakan bahasa
Arab dan bahasa Inggris sebagai bahasa sehari-hari. Mereka dilarang untuk
menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.
LIVE
IN PONDOK
Setelah dari
ruang pengasuhan, kami pun diantarkan menuju ruang dimana tempat untuk kami
istirahat. Kami pun istirahat sejenak dan kemudian melanjutkan kegiatan dengan
mengikuti pembelajaran fikih. Kami pun ikut masuk kelas dan merasakan bagaimana
suasana di pondok ketika pembelajaran di dalam kelas. Mereka diajar oleh
ustadzah yang sangat baik dan ramah. Kebetulan kelas yang kami masuki adalah
kelas anak ekonomi kelas XII. Kami pun melakukan pengamatan bagaimana suasana
kelas, bagaimana sistem belajar mengajar mereka, dan lain-lain. Dalam
pengamatan di dalam kelas, saya mendapati bahwa suasana ketika belajar mengajar
terasa nyaman dan tidak gaduh. Meski tidak terdapat AC di dalamnya namun saya
tidak merasakan gerah sedikitpun. Ketika proses kegiatan belajar mengajar
ustadzah dan para santriwati menggunakan bahasa Arab karena kebetulan mata
pelajaran yang diajarkan yaitu fikih yang menggunakan kitab bertuliskan Arab.
Ustadzah mengatakan
bahwa setiap harinya pada santriwati ketika belajar bahasa Arab menggunakan
bahasa Arab, ketika belajar bahasa Inggris mereka menggunakan bahasa Inggris,
tetapi ketika mereka belajar selain itu mereka menggunakan bahasa Indonesia. Ustadzah
pun sangat ramah kepada kami, kami dibiarkan ikut dalam kegiatan belajar
mengajar, kami pun diijinkan turut andil di dalamya misalnya bertanya apabila
kami tidak paham akan materi yang disampaikannya. Saya pun telah merangkum
materi apa yang telah ustadzah berikan pada waktu itu. Materinya adalah
mengenai “Istihadhah”. Ustadzah menjelaskan mengenai apa itu istihadhah dan
kebetulan saya pun baru mendengar kata itu untuk pertama kalinya. Dan saya rasa
materi tersebut cukup menarik untuk didengarkan karena berhubungan dengan
wanita dan kewanitaan.
ISTIHADHAH
Apa yang dimaksud
istihadhah? Istihadhah adalah keluarnya darah bukan karena haid dan bukan
karena melahirkan. Batas maksimal haid seorang wanita adalah 15 hari dan batas
minimal suci seorang wanita adalah 15 hari, apabila setelah 15 hari tersebut
tetapi masih keluar darah maka hal tersebut dapat dikatakan sebagai istihadhah.
Wanita yang dalam keadaan istihadhah mereka tetap dalam keadaan yang suci
karena darah tersebut tidak termasuk darah kotor. Dalam keadaan istihadhah
tersebut wanita diperbolehkan bahkan diwajibkan untuk tetap sholat, tetap
berpuasa, dan sebagainya. Patokan haid seorang wanita adalah silkus berdasarkan
kebiasaan setiap bulannya. Misalnya pada bulan ini si wanita tersebut haid pada
tanggal sekian, kemudian pada bulan berikutnya wanita tersebut haid maju
beberapa hari dari bulan yang sebelumnya, nah dari situlah wanita dapat memperhitungkan
apakah ia sedang haid atau dalam masa istihadhah.
Terdapat beberapa
pendapat tentang ketentuan istihadhah, dari pendapat-pendapat tersebut terdapat
perbedaan-perbedaannya pula. Berikut adalah pendapat-pendapat tentang ketentuan
istihadhah, antara lain :
1)
Pendapat pertama
Pendapat
pertama ini berpendapat bahwa ketika seorang wanita mengalami istihadhah maka
ia harus mandi 1x sehari, mandi dalam hal ini yaitu mandi besar. Ketika darah
sudah berhenti kita harus mandi walaupun dalam keadaan belum suci. Pada pendapat
pertama ini masih digolongkan menjadi dalam 2 kelompok lagi, pendapat tersebut
antara lain:
a)
Pendapat pertama golongan pertama
Pendapat ini diikuti imam-imam
mazhab terkemuka seperti imam syafii, hanafi, maliki, hambali, dan yang
lainnya. Pada kelompok ini mereka berpendapat bahwa seorang wanita ketika dalam
masa istihadhah ia cukup mandi satu kali, namun mereka harus tetap wudhu setiap
akan sholat walaupun dalam keadaan belum batal dari sholat yang sebelumnya.
b)
Pendapat kedua golongan pertama
Pendapat ini mengatakan
bahwa tidak harus selalu wudhu, kita boleh hanya wudhu dalam satu waktu yaitu
pada saat yang disukai saja atau sunnah, tetapi jika wudhu lagi lebih baik
lagi.
2)
Pendapat yang kedua
Pendapat
ini menjelaskan bahwa seorang wanita yang sedang dalam keadaan istihadhah
mereka wajib mandi di akhir dzuhur atau awal ashar, kemudian dalam pelaksanaan
sholatnya dilaksanakan dzuhur dan ashar dengan cara dijama’. Kemudian sholat
maghrib diakhirkan atau awal isya’, pelaksanaan sholatnya seperti yang sebelumnya
yaitu dijama’. Kemudian untuk sholat subuh kita diwajibkan untuk mandi lagi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pada pendapat yang kedua ini, seorang wanita yang
sedang dalam keadaan istihadhah diwajibkan mandi 3x sehari.
3)
Pendapat yang ketiga
Pendapat
ini mengatakan bahwa seorang wanit yang sedang dalam keadaan istihadhah mereka
boleh mandi sehari hanya satu kali tanpa diberi batasan waktu, dalam hal ini
yang dimaksudkan adlaah mandi suci.
4)
Pendapat yang keempat
Pendapat
ini beranggapan bahwa seorang wanita yang sedang dalam keadaan istihadah mereka
diwajibkan bahwa setiap mereka akan sholat mereka harus mandi besar terlebih
dahulu.
Setelah mengikuti
pelajaran fikih tersebut, saya dan teman-teman pun diajak ikut serta dalam
menjenguk teman salah satu dari anak kelas tersebut yang sedang sakit. Entah sebenarnya
ini adalah aib atau apa itu ketika saya mengingat hal ini perut saya sakit
karena tertawa, ketika menengok teman satu kelas kami tersebut, salah satu dari
teman kami mungkin ia merasa lapar dan tidak dapat menahannya. Ketika suasana
sedang hening-heningnya dalam membaca doa, perut teman kami tersebut berbunyi
cukup keras “kruk kruk krukkk” yang menandakan bahwa ia sangat sedang lapar. Seketika
itu saya dan teman-teman saya saling lirik melirik. Seketika itu juga saya dan
teman saya yang satunya lagi mulai tidak konsentrasi dalam berdoa dan kami pun
tidak dapat menahan tawa kami. Setelah menjenguk orang sakit, saya pun menuju
kamar istirahat kami, dan kemudian kami makan makanan yang kami bawa. Kami pun
saling mengeluarkan makanan yang kami bawa, saling bertukar, dan saling
mencicipi.
PENGAMATAN
DAN OBSERVASI
a)
Bebek-bebek kecil
Setelah
makan-makan kecil kami pun turun dan sekedar duduk-duduk di halaman utama pondok
pesantren putri, kami pun melakukan pengamatan terhadap pondok, aktivitas
sehari-hari, berbagi cerita dengan para santriwati, dan bersenda gurau dengan
mereka. Pada saat itu kami pun dibuat kepo dengan keberadaan beberapa bebek
yang dibiarkan berkeliaran di halaman utama. Kemudian kami pun mencoba
menanyakan perihal itu kepada salah satu santriwati yang bernama Rafika, ia
mengatakan bahwa bebek-bebek itu sengaja dibiarkan berkeliaran di halaman utama
sebagai hukuman kepada santriwati yang gagal dalam mencalonkan diri sebagai
dewan ambalan. Mereka harus menjaga bebek-bebek tersebut agar tidak mati selama
1 bulan, bebek-bebek tersebut dibiarkan mencari makan di halaman. Dan apabila
ada bebek yang mati maka pihak pondok akan menggantinya dengan bebek kecil dan
itu akan terjadi terus menerus. Rafika bercerita bahwa dulu pernah ada bebek
yang mati karena diterkam dan dimakan kucing hmmm cukup menyedihkan ya..
b)
Air keran untuk minum
Kemudian dari pengamatan kami, kami pun dibuat penasaran
dengan para santriwati yang menggunakan air keran sebagai air minum mereka,
kami pun menanyakannya pula kepada Rafika, kata Rafika bahwa itu adalah air
yang sudah aman yang telah melewati proses penyaringan sebelumnya. Selain itu, di sana terdapat beberapa seragam
yang dikenakan santriwati, ada yang berwarna hijau, biru, dan peach.
Seragam-seragam tersebut dikenakan para santriwati sesuai dengan tingkatan
kelas mereka.
c)
Muhadharoh (Orasi)
Setelah
berbincang-bincang cukup banyak dengan Rafika saya pun diizinkan untuk
mengikuti muhadharoh (orasi). Muhadharoh tersebut dilaksanakan di dalam ruang
kelas. Kami pun dipersilahkan masuk, dan ketika kami masuk para santriwati pun
tersenyum dengan manisnya. Kemudian kami dipesilahkan untuk duduk, kami pun
meminta duduk di bagian belakang saja mereka sangat ramah, ketika kami masuk
tempat duduk bagian belakang sebenarnya sudah diduduki oleh mereka, tetapi
karena kami meminta duduk di situ akhirnya mereka pun yang mengalah hihi. Tak
berapa lama kemudian acara tersebut dimulai dengan susunan acara, para MC, dan
para santriwati yang hendak menyampaikan orasinya. Ada yang santai-santai saja,
ada yang tegang, dan adapula yang malu-malu. Namun kami cukup terhibur dan terkagum
dengan keberanian mereka. Tak hanya itu, orasi ini tidak menegangkan namun
justru terasa asyik kare diselingi beberapa yel-yel, misalnya ketika seorang
lupa dengan apa yang akan ia sampaikan kemudia teman-teman yang di belakang
menyanyikan suatu yel-yel.
Setelah mengikuti
muhadharoh para santriwati pun melakukan bersih-bersih. Kami pun kembali ke
kamar kami untuk istirahat sejenak dan membersihkan kamar kami. Tak lupa kami
pun meminta berfoto bersama para santriwati sebagai kenang-kenangan selama kami
melakukan observasi di pondok Ta’mirul Islam. Mereka pun megiyakan permintaan
kami. Saya pun lupa menjelaskan bahwa sebenarnya kelompok kami tediri dari
6 orang, tetapi H-2 sebelum live in pondok, salah satu dari anggota kelompok
kami yaitu Zairotul Zamronah atau yang biasa dipanggil Zamzam tidak dapat
mengikuti live in pondok dikarenakan sakit. Akhirnya kami hanya berlima selama
melakukan observasi di pondok.
Sore hari telah tiba,
satu persatu dari kami pun mulai antri untuk mandi. Kami disediakan kamar untuk
mandi bersama dengan kamar mandi ustadzah. Pada saat itu juga kami diantar
makanan ke kamar oleh salah satu santriwati. Yang saya heran, mengapa dengan
budget 3000 kami mendapatkan makanan yang tidak seharusnya kami dapatkan. Subhanallah
makanan yang disuguhkan menurut kami melebihi jumlah uang 3000 tersebut. Saya benar-benar
merasa beruntung dan sangat berterima kasih atas apa yang telah mereka berikan
kepada kami di pondok. Kami pun berbincang-bincang sedikit dengan santriwati yang
telah mengantarkan makanan tersbut, kami saling berkenalan dan saling berbagi
cerita sedikit. Memang menurut saya para santriwati disana sangat lah terdidik,
mereka sopan dna halus dalam bertutur kata. Masyaallah.
Mengapa dalam cerita
ini saya tidak menceritakan tentang sholat? Karena kebetulan pada hari itu saya
‘udzur/halangan jadi saya pun tidak dapat sholat di pondok. Sedih rasanya
ketika saya merasa bahwa saya tidak akan pernah bisa masuk mushola yang
diceritakan teman saya bahwa suasana di mushola tersebut adem dan ayem, air
wudhunya pun menyegarkan. Namun tebakan saya itu ternyata salah, pada malam
harinya tepatnya yaitu ba’da isya. Ba’da isya kami diizinkan mengikuti kajian
yang diikuti oleh semua santriwati yang ada di pondok putri tersebut. Pada
kajian tersebut sang ustadz menjelaskan tentang gambaran hari kiamat, adab-adab
yang baik untuk para wanita, berperilaku mahmudah, dan lain-lain.
PEMBELAJARAN
KITAB KUNING
Sesudah mengikuti
kajian, saya pun mengikuti pembelajaran kitab kuning. Kegiatan inilah yang
merupakan inti dan tujuan dari live in kami selama di Pondok Pesantren Ta’mirul
Islam. Saya pun menuju sebuah bangunan sebelah pindok putra. Saat kami datang,
disitu telah ada bapak-bapak dan beberapa remaja putri dan putra. Kami pun
dipersilahkan duduk dan mengikutinya. Jam pada waktu itu menunjukkan pukul 21.00, jadi wajar saja bila saya dan teman-teman saya merasakan ngantuk
sehingga tidak amat konsentrasi dengan apa yang disampaikan oleh kyai yang pada
saat itu menjadi pemimpin dalam pembelajaran kitab kuning tersebut. Kami diberi
satu kitab kemudian digunakan bersama, kitab tersebut berisi tulisan Arab
seluruhnya. Kami pun yang tidak terlalu mengerti bagaimana cara membacanya
hanya ikut mendengarkan dan mencatat hal-hal yang terdengar sekilas di telinga.
Pembelajaran dan
penerjemahan kitab kuning menggunakan campuran bahasa Jawa dan Indonesia. Sang kyai
memberitahukan cara membaca dan alasan mengapa harus dibaca seperti itu
kemudian diberikan contoh dan artinya apa dari contoh tersebut. Cara pembelajaran
kitab kuning yaitu dibaca Arabnya terlebih dahulu baru kemudian diartikan
maksudnya satu persatu. Pembelajarannya diikuti dengan beberapa ustadzah
pembimbing. Metodenya dilakukan secara langsung atau dijelaskan langsung oleh
sang kyai dan jika ada yang kurang faham dapat ditanyakan langsung dengan
kyainya. Pembelajaran dilakukan oleh santriwan dan santriwati dengan pembatas
yaitu tembok.
Prosesnya dilakukan
dengan cara dijelaskan terlebih dahulu baru kemudian sesi tanya jawab. Sang penanya
mayoritas sudah pria yang sudah manula dan ketika menanyakan beliau menggunakan
bahasa Jawa. sesi tanya jawab disertai dengan perdebatan kecil antara penanya
dengan sang kyai. Tak hanya itu dalam pembelajaran diselingi dengan candaan
kecil agar tidak terasa membosankan. Kyai pun menjelaskan tentang isim, fi’il,
dan dhamir yang terdapat dalam bacaan. Dalam
pembelajaran dijelaskan pula tentang perubahan-perubahan yang terjadi. Dilakukan
pula dengan nyanyian. Bacaan di dalam kitab kuning ada yang berharokat dan ada
pula yang tidak berharokat atau yang biasa disebut dengan Arab gundul.
Setelah selesai
mengikuti pembelajaran kitab kuning yaitu sekitar pukul 21.30 saya pun kembali ke kamar untuk istirahat
sejenak sembari membereskan barang-barang bawaan kami. Tidak lupa juga kami
merapikan tempat tidur yang sudah disediakan untuk kami lengkap dengan bantal dan
gulingnya. Memang ada benarnya pepatah “home sweet home” seindah apapun tempat
orang lain, atau bahkan senyaman apapun tempat itu tetap saja rumah kita sendirilah
yang paling nyaman. Selesai mengepack barang-barang bawaan kami dan membereskan
kamar, kami pun turun untuk berpamitan dengan para ustadzah dan para santriwati
yang telah membantu dan membimbing kami selama kami berada di pondok. Tidak lupa
juga kami memberi sedikit kenang-kenangan sebagai tanda terimakasih kami kepada
para beliau. Kami memberi Al-Quran yang telah kami beli sebelumya pada siang
hari sewaktu makan siang. Mengapa kami memberi Al-Quran? Mengapa tidak barang
yang lain saja? Karena menurut kami Al-Quran dapat bermanfaat bagi para
santriwati, dan itu termasuk amal jariyah bagi kami ketika A-Quran tersebut
dapat berguna dan dibaca oleh para santriwati disana. Insyaallah
KESIMPULAN
DAN PELAJARAN
Sebagai seorang
mahasiswa, dari cerita dan pengalaman saya selama berada di pondok, pelajaran
yang dapat saya ambil adalah bahwa kita harus banyak-banyak mempelajari ilmu
agama, semakin banyak kita mempelajari dan mendalaminya maka semakin kita
merasa bodoh dan sadar bahwa pengetahuan kita terbatas dan masih sangat kurang.
Dari yang menurut kita bahwa apa yang kita lakukan sudah baik, ternyata setelah
saya bandingkan dengan para santriwati saya pun merasa bahwa saya selama ini merasa
sangat kurang, merasa sombong dengan apa yang saya punya dan yang saya lakukan.
Dari kehidupan di pondok hal yang dapat saya ambil adalah kesederhanaan dan
kebersamaan mereka, kita harus hidup mandiri tanpa bergantung dengan orang tua.
Dari kehidupan di pondok menjadikan kita dapat mengurus diri kita sendiri dan
tidak manja terhadap orang tua, menjadikan kami lebih dewasa dan berakhlaqul
karimah. Serta ilmu yang didapatkan di pondok semoga dapat bermanfaat bagi
kehidupan di dunia dan di akhirat. Sudah dapat saya pastikan bahwa anak-anak
yang lebih memilih hidup dan menuntut ilmu di pondok, mereka lebih baik dari
mereka-mereka kids jaman now.
Sekian dan terimakasih :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar