Niken Meganingtyas/1C/Perbankan Syariah/175231115
Masjid
Baiturrahman adalah masjid yang terletak di Klaten tepatnya di Dukuh
Jrebeng Rt.03/Rw.01, Desa Jambukidul, Kecamatan Ceper. Masjid Baiturrahman
adalah masjid yang berdiri sejak tahun 1811, bukti itu dapat dilihat pada
mustaka (kepala dalam bahasa Jawa)
terdapat tulisan bahwa masjid tersebut berdiri pada tahun 1811. Bangunan Masjid Baiturrahman tidak
terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Masjid ini terletak pada tempat yang
cukup strategis karena berada di tengah-tengah masyarakat. Mengapa saya memilih
Baiturrahman sebagai objek observasi saya? Karena memang yang tampak dari luar Masjid Baiturrahman
hanyalah masjid biasa seperti masjid-masjid pada umumnya. Itulah yang
menyebabkan saya memilih Masjid Baiturrahman sebagai sasaran objek observasi
saya. Dari yang terlihat biasa-biasa itulah saya ingin membuktikan apakah benar
Masjid Baiturrahman tidak mempunyai keunikan? Apakah Masjid Baiturrahman
hanyalah masjid biasa seperti yang saya pikirkan?
Ternyata
setelah saya mencoba mencari informasi dari mulut ke mulut tentang masjid ini, saya
menemukan sebuah objek yang ingin saya ketahui lebih mendalam lagi tentang
masjid ini. Yaitu, mengapa masjid ini disebut sebagai masjid “tiban”? Siapakah Mbah
Toleh itu? Mengapa setiap pengantin baru harus diarak mengelilingi masjid ini? Lalu
saya mencoba menggali informasi ini dengan berwawancara dengan Bapak Padyo
Sugito. Saya mewawancarai beliau karena beliau selaku ketua takmir Masjid
Baiturrahman. Dan karena saya rasa informasi tersebut kurang lengkap, maka saya
kembali melakukan wawancara dengan Bapak Sujamto, beliau memang tidak ada
hubungan yang begitu erat dengan masjid, namun beliau sedikit mengetahui seluk
beluk tentang Masjid Baiturrahman. Selain berwawancara, saya pun melakukan
observasi terhadap masjid tersebut dengan melihat interiornya, arsitekturnya, fasilitasnya,
dan lain sebagainya.
Mengapa disebut dengan masjid “Tiban”?
Masjid
Baiturrahman ini tidak diketahui siapa yang membangunnya, maka orang-orang
sekitar sering menyebut masjid ini sebagai “masjid Tiban”. Tiban sendiri
berasal dari kata “tiba” bahasa jawa-indonesia yang berarti menerima sesuatu
dari atas atau jatuh. Masjid tersebut sudah sekian lama adanya sehingga tidak ada
yang tahu secara pasti kapan masjid tersebut dibangun dan siapa pendirinya.
Tetapi menurut penelitian, yang jelas masjid tersebut dibangun oleh orang Islam.
Menurut penyelidikan Bapak Syamsuddin masjid ini diprakasai oleh Kyai Baharuddin
atau yang lebih dikenal dengan nama “Mbah Toleh”. Jaman dahulu desa ini sudah
terdapat orang-orang pemeluk agama Islam, buktinya terdapat sebuah makam di
sekitar masjid yang bernama Makam Kauman,
itu berarti desa tersebut desa Kauman yang merupakan nama beberapa daerah yang
banyak dihuni oleh orang muslim.
Untuk pemberian nama
Baiturrahman sendiripun tidak ada yang mengetahui siapa yang menamai masjid
tersebut karena saking lamanya masjid tersebut berada. Berhubung dahulu masih hanya
terdapat 2 masjid di daerah ini, maka dinamailah Baiturrahman dan Baiturrahim,
yang artinya Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Masjid Baiturrahim sendiri
berada lumayan jauh dari Masjid Baiturrahman. Dahulu, masjid juga sudah seperti
saat ini, terdapat serambi tetapi dahulu serambinya masih berwujud tanah yang
diberi batu bata, atau seperti tembok yang belum dilepo. Untuk dusun Jrebeng
sendiri, nama Jrebeng tersebut juga sudah lama adanya, tidak ada yang mengetahu
siapa yang menamainya. Lalu dengan pohon asem yang tumbuh di seberang jalan
selatan masjid, pohon tersebut juga tidak diketahui siapa yang menanamnya, orang-orang
hanya mengetahui pohon tersebut sudah tumbuh besar seperti yang sekarang ini.
Masjid
untuk hajatan dan pergelaran wayang
Pada zaman dahulu
masjid ini sering digunakan warga untuk mengadakan syukuran ataupun hajatan, ketika
seseorang mempunyai keinginan dan kemudian keinginan tersebut terwujud maka orang
tersebut akan membuat asum dhahar atau
syukuran yang dilaksanakan di masjid, sampai sekarang pun masih ada yang
dilakukan yaitu pada setiap malam Jumat. Misalnya seseorang yang anaknya sedang
sakit yang kemudian jika sudah sembuh ia akan mengadakan syukuran di masjid
ini, yang paling sering dilaksanakan yaitu pertunjukan ledek ataupun wayang.
Selain di Masjid Baiturrahman, terdapat juga tradisi-tradisi yang masih
dilakukan sampai sekarang ini.
Pada sendang-sendang
(sumber air) pada waktu tertentu, misalnya di Sendang Soka ketika memperingati
1 Muharram atau 1 Suro atau tahun baru Islam orang-orang akan mengadakan
pertunjukkan wayang di Sendang Soka sebagai wujud rasa terima kasih terhadap
sendang tersebut berkat sumber airnya yang mengalir ke pertanian sehingga dapat
menghidupi dan memberi penghasilan kepada warga-warga disekitarnya. Selain itu
di Sendang Tirta Sinangka atau yang lebih akrab disebut dengan Sendang Pokak,
pada saat-saat tertentu akan mengadakan tradisi besik sendang, yaitu suatu
kegiatan yang dilakukan masyarakat sekitar sendang untuk membersihkan sendang tersebut.
Biasanya pada acara tersebut akan disembelih kambing sebagai hidangan, hidangan
untuk acara tersebut dan untuk dibagikan ke warga sekitar sendang tersebut.
Pengantin
yang diarak mengelilingi masjid
Dari cerita mulut ke
mulut yang saya dengar bahwa setiap pengantin sesudah saling dipertemukan
mereka akan diarak mengelilingi masjid. Bagaimana penjelasannya? Keunikan
masjid ini adalah ketika ada orang yang menikah kedua mempelai akan diarak
warga mengelilingi masjid. Itu sebenarnya hanyalah sebuah tradisi yang tidak
wajib dilakukan. Islam sendiri tidak mengajarkan tradisi-tradisi seperti itu. Masyarakat
sekitar mempunyai keyakinan apabila pengantin telah saling dipertemukan, mereka
akan diarak mengelilingi masjid dengan harapan supaya pengantin tersebut
diberi keberkahan, kesejahteraan, bertahan sampai menjadi kakek nenek, dan agar
kelak keluarganya menjadi keluarga yang senantiasa bahagia. Intinya adalah
mereka melakukan itu untuk meminta keberkahan bagi sang pengantin dari masjid,
yang realitanya keberkahan itu datangnya hanya dari Allah SWT, tetapi itulah
keyakinan orang-orang pada zaman dahulu.
Sampai saat ini pun
tradisi tersebut masih dilakukan tetapi tidak semuanya, itupun tergantung dengan
keyakinan masing-masing orang. Untuk jumlah putaran ketika mengelilingi masjid
sendiri tidak ditentukan, itu tergantung dari niat orang-orang yang
melakukannya semau mereka. Tapi biasanya mereka melakukan itu dalam hitungan
ganjil misalnya : 1 kali, 3 kali, ataupun 7 kali, itu pun juga kembali ke
kepercayaan orang-orang yang melakukannya.
Batu persegi makam Mbah Toleh
Setelah saya melakukan
observasi terhadap masjid, saya pun dibuat penasaran dengan apa yang ada di
sudut selatan ruangan masjid sebelah barat. Di situ terdapat sebuah ruangan
yang di dalamnya ada batu cukup besar yang ditutupi dengan kain putih, kemudian
ditutup dengan pintu berupa jaring-jaring kawat, dan pada waktu tertentu tempat
tersebut diberi seperti sesajen, ataupun yang biasa disebut dengan “guwaki”. Ruangan
itu tidaklah lebar dan besar, tetapi ruangan itu hanyalah sempit yang berukuran
1 meter2. Itu sebenarnya hanyalah ruangan yang dipindah yang dulunya
ruangan itu berada di selatan masjid tepatnya di jalan selatan masjid. Dahulu di
tengah jalan tersebut terdapat batu-batuan, menurut orang-orang jaman dahulu
batu-batu tersebut adalah Mbah Toleh, yang bila difikir dengan akal sehat hal
itu sangatlah tidak mungkin.
Jaman dahulu di tempat
itu terdapat banyak batu, ada yang berbentuk persegi yang tebal, bundar seperti
kendang, dan berbagai bentuk lainnya. Diantaranya ada yang kemudian diambil
oleh Dinas Kepurbakalaan, dan batu yang masih tersisa itu dulunya hanya dipagari
oleh tembok dan mengganggu karena jalan menjadi sempit. Pada saat masjid
mengalami renovasi batu tersebut dipindahkan di sudut ruangan selatan sebelah
barat masjid supaya tidak mengganggu jalan. Sampai sekarang pun bila
waktu-waktu tertentu selalu diberi kembang dan sebagainya. Dan apabila ada
orang hajatan tempat tersebut selalu diberi makanan yang disebut “guwaki” atau
dalam bahasa Indonesia artinya buangan/membuang.
Segi
bangunan Masjid Baiturrahman
Jika dilihat dari segi
bentuk bangunannya, tidak ada yang unik dari masjid ini. Masjid ini berwarna seperti kebanyakan masjid pada
umumnya, yaitu berdominasi warna hijau dan sedikit warna putih. Hal tersebut
karena warna hijau dan putih adalah warna kesukaan Baginda Rasulullah SAW.
Warna hijau sendiri yang bisa membuat pandangan jadi nyaman, melambangkan
kesejukan dan kesegaran, hal tersebut dimaksudkan supaya orang-orang yang
melaksanakan ibadah utamanya sholat bisa merasakan kenyamanan dan kesejukan
sehingga dapat lebih khusyuk. Warna putih melambangkan kesucian. Masjid adalah
rumah Allah sehingga harus terjaga kesuciannya. Hal itu bisa dilihat pada pagar
masjid, keramik masjid, hiasan-hiasan/gambaran pada masjid, bahkan sebagian
tembok dicat dengan warna hijau. Warna putih dapat dilihat dari sebagian besar
keramik lantai, bagian langit-langit masjid, dan sebagian tembok masjid.
Memang
tidak ada yang perlu diperbincangkan mengenai segi bentuk masjid, hanya saja
mungkin dasar Islam seperti Rukun Islam dapat tertera pada jumlah pintu yang
berada di masjid yaitu berjumlah 5 pintu, 3 pintu berada di bagian depan untuk
pintu masuk utama dan 2 pintu berada di bagian samping kanan dan kiri masjid.
Seperti masjid pada umumnya, di masjid Baiturrahman ini juga terdapat kubah
yang diatasnya terdapat tulisan nama Allah. Kubah sendiri sebenarnya hanyalah
sebuah tradisi, sekalipun terdapat masjid yang tidak ada kubahnya tetap saja
“sah” sebagai masjid. Untuk tulisan nama Allah diatas kubah itu berarti bahwan
Allah lah yang Maha Segalanya, yang menciptakan bumi dan seisinya termasuk
makhluk hidup.
Untuk
aula utama dibagi menjadi dua horizontal, yang kanan untuk wanita dan yang kiri
untuk para laki-laki. Untuk tempat wudhu juga seperti itu, untuk wanita tidak
bercampu dengan pria agar tidak saling bersentuhan. Di sebelah mimbar kanan
kirinya juga terdapat ruangan khusus, yang kiri adalah ruangan untuk menyimpan
sound system, dan yang kanan difungsikan sebagai gudang. Di masjid ini kita
akan menemukan berbagai fasilitas, antara lain seperti : kipas angin, mimbar
masjid, mukenah, Al-Quran, buku-buku bacaan Islami, sajadah, jam digital 5
waktu, bedug, papan pengumuman, stop kontak, gudang, sound system, dan
lain-lain. Di sebelah utara masjid juga terdapat ruangan tambahan yang cukup
luas untuk orang-orang yang ingin melaksanakan sholat di dalam masjid.
Keadaan masjid pada zaman dulu
Jauh sebelum G30SPKI,
ketika bulan Ramadhan masjid hanya masih digunakan untuk sholat tarawih. Zaman
dahulu anak-anak kecil ketika mengikuti sholat tarawih tidak mengikuti sholatnya,
tetapi hanya disuruh duduk dan diam, karena mereka dulu tidak ada yang
mengajarinya sholat melainkan hanya diajari mengaji. Pada tahun 1965 pada saat
PKI sedang gencar-gencarnya melakukan pemberontakan, masjid tersebut dalam keadaan kosong dan dikunci, selanjutnya
pada tahun setelah 1965 dilakukan operasi oleh pemerintah untuk melakukan pencarian
terhadap anggota-anggota PKI, akhirnya masjid tersebut dibuka dan digunakan
untuk umum. Kegiatan di masjid ini menjadi lebih baik pasca kejadian G30SPKI,
masjid tersebut sudah mulai digunakan untuk sholat Jumat dan Idul Fitri ataupun
Idul Adha. Selanjutnya, dibentuklah seorang modin. Adanya kegiatan pengajian
pertama kali di masjid tersebut dimulai oleh orang-orang pesantren.
Masjid
sebagai segala pusat kegiatan
Hampir semua kegiatan
baik yang keislaman atau kerohanian maupun yang non seperti kegiatan sosial
dilaksanakan di Masjid Baiturrahman. Kegiatan yang termasuk dalam kerohanian
misalnya, pengajian yang dilaksanakan setiap minggunya yaitu pada hari Rabu
malam, atau yang biasa disebut oleh warga sekitar yaitu Mujadahan Malam Kamis,
pengajian tersebut diikuti oleh semua kalangan, tetapi mayoritas bapak-bapak
dan ibu-ibu. Remaja jaman sekarang jarang sekali bahkan tidak mau mengikuti
acara-acara rohani seperti pengajian tersebut, mereka telah asyik dengan
kegiatan remaja kekiniannya. Masih banyak lagi kegiatan yang dipusatkan di
Masjid Baiturrahman, misalnya setiap hari-hari besar Islam, seperti Idul Adha
dan Idul Fitri, semua warga bahkan luar desa banyak yang memilih mengikuti
sholat di Masjid ini, termasuk jika Sholat Jumat juga.
Mungkin memang karena
letak masjid yang cukup strategis yaitu di tengah-tengah masyarakat jadi di masjid
inilah yang menjadi pusat kegiatannya. Terlebih ketika sholat Idul Fitri sampai
luber karena melebihi kapasitas masjid, sampai ada yang sholat di jalan, di MI
juga. Tetapi untuk sholat Idul Adha sendiri lebih sedikit daripada Idul Fitri. Dulu
hampir setiap harinya adek-adek TPA mengaji di Masjid Baiturrahman, tetapi
sekarang tidak. Sekarang mereka memilih mengaji di rumah-rumah yang biasanya
digunakan untuk mengaji, misalnya saja di rumahnya pak lurah atau rumah pak
ustadz. Yang menjadi permasalahan adalah tidak adanya guru yang mengajar mengaji.
Untuk bulan Ramadhan Alhamdulillah setiap harinya masjid ini tidak pernah sepi,
setiap harinya digunakan untuk sholat tarawih, setelah itu biasanya ibu-ibu dan
beberapa remaja tadarusan Al-Quran, pengajian rutin, pengajian Ahad pagi, acara
buka bersama, dsb.
Untuk acara-acara
sosial pun hampir semuanya dilaksanakan di Masjid Baiturrahman, misalnya lomba 17
Agustus yang dilaksanakan di lapangan kecil selatan masjid, tirakatan,
lomba-lomba, bazar buku, pasar murah, pengobatan gratis dan masih banyak
sebenarnya.
Selain itu semua, masjid
juga sering digunakan untuk tempat latihan qasidahan oleh remaja-remaja yang
terkumpul dalam kelompok hadroh, tetapi sekarang tidak sama sekali, mungkin
karena para remaja itu sudah tidak tertarik lagi dengan hal-hal tersebut.
Selain untuk latihan, masjid juga pernah digunakan untuk tempat pentas ataupun
lomba hadrohan, yaitu ketika pengajian rutin Ahad Pon maupun even-even tertentu.
Untuk acar apapun pasti semua orang memilih masjid sebagai pusatnya, atau
tempat berkumpul, ya karena itu tadi, masjid ini terletak cukup strategis
sehingga orang yang dari barat, timur, selatan, dan utara dapat berkumpul jadi
satu disini.
Kekurangan
dari Masjid Baiturrahman
Kekurangan dari Masjid
Baiturrahman samapai sekarang ini adalah minimnya orang yang paham akan agama,
sehingga ketika ada khotbah seperti ketika Sholat Tarawih, Sholat Jumat, Sholat
Idul Fitri maupun Idul Adha, khotibnya berasal dari luar daerah.
Memang kalau dari segi
bangunan masjid ini tidak ada yang unik, bangunan tersebut dari masa ke masa
sudah ada yang diganti materialnya. Dulunya di dalam masjid ini terdapat 4
tiang/cagak, namun sekarang sudah tidak ada. Terlebih setelah gempa Yogyakarta
pada 27 Mei 2006 masjid ini mengalami keretakan yang cukup parah sehingga harus
mengalami renovasi. Dana perbaikan masjid sebagian besar berasal dari Koperasi
Batur Jaya, pemerintah malah tidak sedikitpun memberi bantuan pasca gempa
tersebut. Selain itu, dana masjid terkumpul dari swadaya masyarakat,
iuran-iuran, infaq, sedekah masyarakat dan donasi-donasi para dermawan
setempat.
Refleksi :
Kata “masjid” tentunya
sangat berkaitan erat dengan peradaban Islam. Masjid Baiturrahman ini dibangun
pada tahun 1811, tidak dapat dipungkiri bahwa pada tahun tersebut masih banyak
masyarakat yang belum begitu paham dengan keberadaan masjid untuk apa dan apa
itu Islam. Mungkin memang dari zaman nenek moyang kita mereka sudah menganut
agama Islam, namun mereka hanya sebatas tahu karena kurangnya ilmu pengetahuan
terutamanya tentang Islam. Buktinya saja dari cerita diatas pada zaman dahulu
masjid ini belum digunakan secara maksimal sebagai tempat ibadah. Namun seiring
perkembangan zaman dan semakin banyaknya ulama-ulama, habib-habib, ustad-ustad,
menjadikan membantu dan mensosialisasikan apa itu Islam sehingga kini masjid
digunakan sebagai tempat ibadah yang utama. Yang awalnya masjid hanya digunakan
untuk tarawih, hingga dapat melaksanakan sholat 5 waktu, sholat Ied dan sholat
Jumat untuk umum di masjid tersebut.
Sejarah Masjid
Baiturrahman sendiri tidak terlepas dari tradisi-tradisi yang begitu kental
akan ketidak masuk akalannya. Misalnya saja pengantin yang diarak mengelilingi
masjid, sampai batu yang dianggap sebagai makam Mbah Toleh. Seiring berjalannya
waktu, kini tradisi-tradisi tersebut mulai hampir hilang. Cerita tersebut tidak
terlepas dari cerita Nabi Muhammad ketika menyebarkan agama Islam. Masayarakat
Arab yang awalnya sama sekali tidak tahu tentang Islam dan masih kental dengan
tradisi-tradisi Quraisynya. Lambat laun akhirnya tidak sedikit masyarakat yang
dapat menerima Islam, sampai akhirnya Islam sekarang begitu banyak penganutnya.
Lampiran:
Hasil Plagramme.com