Rabu, 22 November 2017

Uniknya Masjid "Tiban" Mbah Toleh


Niken Meganingtyas/1C/Perbankan Syariah/175231115

Masjid Baiturrahman adalah masjid yang terletak di Klaten tepatnya di Dukuh Jrebeng Rt.03/Rw.01, Desa Jambukidul, Kecamatan Ceper. Masjid Baiturrahman adalah masjid yang berdiri sejak tahun 1811, bukti itu dapat dilihat pada mustaka (kepala dalam bahasa Jawa) terdapat tulisan bahwa masjid tersebut berdiri pada tahun 1811. Bangunan Masjid Baiturrahman tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Masjid ini terletak pada tempat yang cukup strategis karena berada di tengah-tengah masyarakat. Mengapa saya memilih Baiturrahman sebagai objek observasi saya? Karena memang  yang tampak dari luar Masjid Baiturrahman hanyalah masjid biasa seperti masjid-masjid pada umumnya. Itulah yang menyebabkan saya memilih Masjid Baiturrahman sebagai sasaran objek observasi saya. Dari yang terlihat biasa-biasa itulah saya ingin membuktikan apakah benar Masjid Baiturrahman tidak mempunyai keunikan? Apakah Masjid Baiturrahman hanyalah masjid biasa seperti yang saya pikirkan?
Ternyata setelah saya mencoba mencari informasi dari mulut ke mulut tentang masjid ini, saya menemukan sebuah objek yang ingin saya ketahui lebih mendalam lagi tentang masjid ini. Yaitu, mengapa masjid ini disebut sebagai masjid “tiban”? Siapakah Mbah Toleh itu? Mengapa setiap pengantin baru harus diarak mengelilingi masjid ini? Lalu saya mencoba menggali informasi ini dengan berwawancara dengan Bapak Padyo Sugito. Saya mewawancarai beliau karena beliau selaku ketua takmir Masjid Baiturrahman. Dan karena saya rasa informasi tersebut kurang lengkap, maka saya kembali melakukan wawancara dengan Bapak Sujamto, beliau memang tidak ada hubungan yang begitu erat dengan masjid, namun beliau sedikit mengetahui seluk beluk tentang Masjid Baiturrahman. Selain berwawancara, saya pun melakukan observasi terhadap masjid tersebut dengan melihat interiornya, arsitekturnya, fasilitasnya, dan lain sebagainya.
 
Mengapa disebut dengan masjid “Tiban”?
Masjid Baiturrahman ini tidak diketahui siapa yang membangunnya, maka orang-orang sekitar sering menyebut masjid ini sebagai “masjid Tiban”. Tiban sendiri berasal dari kata “tiba” bahasa jawa-indonesia yang berarti menerima sesuatu dari atas atau jatuh. Masjid tersebut sudah sekian lama adanya sehingga tidak ada yang tahu secara pasti kapan masjid tersebut dibangun dan siapa pendirinya. Tetapi menurut penelitian, yang jelas masjid tersebut dibangun oleh orang Islam. Menurut penyelidikan Bapak Syamsuddin masjid ini diprakasai oleh Kyai Baharuddin atau yang lebih dikenal dengan nama “Mbah Toleh”. Jaman dahulu desa ini sudah terdapat orang-orang pemeluk agama Islam, buktinya terdapat sebuah makam di sekitar masjid yang bernama Makam Kauman, itu berarti desa tersebut desa Kauman yang merupakan nama beberapa daerah yang banyak dihuni oleh orang muslim.
Untuk pemberian nama Baiturrahman sendiripun tidak ada yang mengetahui siapa yang menamai masjid tersebut karena saking lamanya masjid tersebut berada. Berhubung dahulu masih hanya terdapat 2 masjid di daerah ini, maka dinamailah Baiturrahman dan Baiturrahim, yang artinya Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Masjid Baiturrahim sendiri berada lumayan jauh dari Masjid Baiturrahman. Dahulu, masjid juga sudah seperti saat ini, terdapat serambi tetapi dahulu serambinya masih berwujud tanah yang diberi batu bata, atau seperti tembok yang belum dilepo. Untuk dusun Jrebeng sendiri, nama Jrebeng tersebut juga sudah lama adanya, tidak ada yang mengetahu siapa yang menamainya. Lalu dengan pohon asem yang tumbuh di seberang jalan selatan masjid, pohon tersebut juga tidak diketahui siapa yang menanamnya, orang-orang hanya mengetahui pohon tersebut sudah tumbuh besar seperti yang sekarang ini.

Masjid untuk hajatan dan pergelaran wayang
Pada zaman dahulu masjid ini sering digunakan warga untuk mengadakan syukuran ataupun hajatan, ketika seseorang mempunyai keinginan dan kemudian keinginan tersebut terwujud maka orang tersebut akan membuat asum dhahar atau syukuran yang dilaksanakan di masjid, sampai sekarang pun masih ada yang dilakukan yaitu pada setiap malam Jumat. Misalnya seseorang yang anaknya sedang sakit yang kemudian jika sudah sembuh ia akan mengadakan syukuran di masjid ini, yang paling sering dilaksanakan yaitu pertunjukan ledek ataupun wayang. Selain di Masjid Baiturrahman, terdapat juga tradisi-tradisi yang masih dilakukan sampai sekarang ini.
Pada sendang-sendang (sumber air) pada waktu tertentu, misalnya di Sendang Soka ketika memperingati 1 Muharram atau 1 Suro atau tahun baru Islam orang-orang akan mengadakan pertunjukkan wayang di Sendang Soka sebagai wujud rasa terima kasih terhadap sendang tersebut berkat sumber airnya yang mengalir ke pertanian sehingga dapat menghidupi dan memberi penghasilan kepada warga-warga disekitarnya. Selain itu di Sendang Tirta Sinangka atau yang lebih akrab disebut dengan Sendang Pokak, pada saat-saat tertentu akan mengadakan tradisi besik sendang, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan masyarakat sekitar sendang untuk membersihkan sendang tersebut. Biasanya pada acara tersebut akan disembelih kambing sebagai hidangan, hidangan untuk acara tersebut dan untuk dibagikan ke warga sekitar sendang tersebut.

Pengantin yang diarak mengelilingi masjid
Dari cerita mulut ke mulut yang saya dengar bahwa setiap pengantin sesudah saling dipertemukan mereka akan diarak mengelilingi masjid. Bagaimana penjelasannya? Keunikan masjid ini adalah ketika ada orang yang menikah kedua mempelai akan diarak warga mengelilingi masjid. Itu sebenarnya hanyalah sebuah tradisi yang tidak wajib dilakukan. Islam sendiri tidak mengajarkan tradisi-tradisi seperti itu. Masyarakat sekitar mempunyai keyakinan apabila pengantin telah saling dipertemukan, mereka akan diarak mengelilingi masjid dengan harapan supaya pengantin tersebut diberi keberkahan, kesejahteraan, bertahan sampai menjadi kakek nenek, dan agar kelak keluarganya menjadi keluarga yang senantiasa bahagia. Intinya adalah mereka melakukan itu untuk meminta keberkahan bagi sang pengantin dari masjid, yang realitanya keberkahan itu datangnya hanya dari Allah SWT, tetapi itulah keyakinan orang-orang pada zaman dahulu.
Sampai saat ini pun tradisi tersebut masih dilakukan tetapi tidak semuanya, itupun tergantung dengan keyakinan masing-masing orang. Untuk jumlah putaran ketika mengelilingi masjid sendiri tidak ditentukan, itu tergantung dari niat orang-orang yang melakukannya semau mereka. Tapi biasanya mereka melakukan itu dalam hitungan ganjil misalnya : 1 kali, 3 kali, ataupun 7 kali, itu pun juga kembali ke kepercayaan orang-orang yang melakukannya.

Batu persegi makam Mbah Toleh
Setelah saya melakukan observasi terhadap masjid, saya pun dibuat penasaran dengan apa yang ada di sudut selatan ruangan masjid sebelah barat. Di situ terdapat sebuah ruangan yang di dalamnya ada batu cukup besar yang ditutupi dengan kain putih, kemudian ditutup dengan pintu berupa jaring-jaring kawat, dan pada waktu tertentu tempat tersebut diberi seperti sesajen, ataupun yang biasa disebut dengan “guwaki”. Ruangan itu tidaklah lebar dan besar, tetapi ruangan itu hanyalah sempit yang berukuran 1 meter2. Itu sebenarnya hanyalah ruangan yang dipindah yang dulunya ruangan itu berada di selatan masjid tepatnya di jalan selatan masjid. Dahulu di tengah jalan tersebut terdapat batu-batuan, menurut orang-orang jaman dahulu batu-batu tersebut adalah Mbah Toleh, yang bila difikir dengan akal sehat hal itu sangatlah tidak mungkin.
Jaman dahulu di tempat itu terdapat banyak batu, ada yang berbentuk persegi yang tebal, bundar seperti kendang, dan berbagai bentuk lainnya. Diantaranya ada yang kemudian diambil oleh Dinas Kepurbakalaan, dan batu yang masih tersisa itu dulunya hanya dipagari oleh tembok dan mengganggu karena jalan menjadi sempit. Pada saat masjid mengalami renovasi batu tersebut dipindahkan di sudut ruangan selatan sebelah barat masjid supaya tidak mengganggu jalan. Sampai sekarang pun bila waktu-waktu tertentu selalu diberi kembang dan sebagainya. Dan apabila ada orang hajatan tempat tersebut selalu diberi makanan yang disebut “guwaki” atau dalam bahasa Indonesia artinya buangan/membuang.

Segi bangunan Masjid Baiturrahman
Jika dilihat dari segi bentuk bangunannya, tidak ada yang unik dari masjid ini. Masjid ini berwarna seperti kebanyakan masjid pada umumnya, yaitu berdominasi warna hijau dan sedikit warna putih. Hal tersebut karena warna hijau dan putih adalah warna kesukaan Baginda Rasulullah SAW. Warna hijau sendiri yang bisa membuat pandangan jadi nyaman, melambangkan kesejukan dan kesegaran, hal tersebut dimaksudkan supaya orang-orang yang melaksanakan ibadah utamanya sholat bisa merasakan kenyamanan dan kesejukan sehingga dapat lebih khusyuk. Warna putih melambangkan kesucian. Masjid adalah rumah Allah sehingga harus terjaga kesuciannya. Hal itu bisa dilihat pada pagar masjid, keramik masjid, hiasan-hiasan/gambaran pada masjid, bahkan sebagian tembok dicat dengan warna hijau. Warna putih dapat dilihat dari sebagian besar keramik lantai, bagian langit-langit masjid, dan sebagian tembok masjid.
Memang tidak ada yang perlu diperbincangkan mengenai segi bentuk masjid, hanya saja mungkin dasar Islam seperti Rukun Islam dapat tertera pada jumlah pintu yang berada di masjid yaitu berjumlah 5 pintu, 3 pintu berada di bagian depan untuk pintu masuk utama dan 2 pintu berada di bagian samping kanan dan kiri masjid. Seperti masjid pada umumnya, di masjid Baiturrahman ini juga terdapat kubah yang diatasnya terdapat tulisan nama Allah. Kubah sendiri sebenarnya hanyalah sebuah tradisi, sekalipun terdapat masjid yang tidak ada kubahnya tetap saja “sah” sebagai masjid. Untuk tulisan nama Allah diatas kubah itu berarti bahwan Allah lah yang Maha Segalanya, yang menciptakan bumi dan seisinya termasuk makhluk hidup.
Untuk aula utama dibagi menjadi dua horizontal, yang kanan untuk wanita dan yang kiri untuk para laki-laki. Untuk tempat wudhu juga seperti itu, untuk wanita tidak bercampu dengan pria agar tidak saling bersentuhan. Di sebelah mimbar kanan kirinya juga terdapat ruangan khusus, yang kiri adalah ruangan untuk menyimpan sound system, dan yang kanan difungsikan sebagai gudang. Di masjid ini kita akan menemukan berbagai fasilitas, antara lain seperti : kipas angin, mimbar masjid, mukenah, Al-Quran, buku-buku bacaan Islami, sajadah, jam digital 5 waktu, bedug, papan pengumuman, stop kontak, gudang, sound system, dan lain-lain. Di sebelah utara masjid juga terdapat ruangan tambahan yang cukup luas untuk orang-orang yang ingin melaksanakan sholat di dalam masjid.

Keadaan masjid pada zaman dulu
Jauh sebelum G30SPKI, ketika bulan Ramadhan masjid hanya masih digunakan untuk sholat tarawih. Zaman dahulu anak-anak kecil ketika mengikuti sholat tarawih tidak mengikuti sholatnya, tetapi hanya disuruh duduk dan diam, karena mereka dulu tidak ada yang mengajarinya sholat melainkan hanya diajari mengaji. Pada tahun 1965 pada saat PKI sedang gencar-gencarnya melakukan pemberontakan, masjid  tersebut dalam keadaan kosong dan dikunci, selanjutnya pada tahun setelah 1965 dilakukan operasi oleh pemerintah untuk melakukan pencarian terhadap anggota-anggota PKI, akhirnya masjid tersebut dibuka dan digunakan untuk umum. Kegiatan di masjid ini menjadi lebih baik pasca kejadian G30SPKI, masjid tersebut sudah mulai digunakan untuk sholat Jumat dan Idul Fitri ataupun Idul Adha. Selanjutnya, dibentuklah seorang modin. Adanya kegiatan pengajian pertama kali di masjid tersebut dimulai oleh orang-orang pesantren.

Masjid sebagai segala pusat kegiatan
Hampir semua kegiatan baik yang keislaman atau kerohanian maupun yang non seperti kegiatan sosial dilaksanakan di Masjid Baiturrahman. Kegiatan yang termasuk dalam kerohanian misalnya, pengajian yang dilaksanakan setiap minggunya yaitu pada hari Rabu malam, atau yang biasa disebut oleh warga sekitar yaitu Mujadahan Malam Kamis, pengajian tersebut diikuti oleh semua kalangan, tetapi mayoritas bapak-bapak dan ibu-ibu. Remaja jaman sekarang jarang sekali bahkan tidak mau mengikuti acara-acara rohani seperti pengajian tersebut, mereka telah asyik dengan kegiatan remaja kekiniannya. Masih banyak lagi kegiatan yang dipusatkan di Masjid Baiturrahman, misalnya setiap hari-hari besar Islam, seperti Idul Adha dan Idul Fitri, semua warga bahkan luar desa banyak yang memilih mengikuti sholat di Masjid ini, termasuk jika Sholat Jumat juga.
Mungkin memang karena letak masjid yang cukup strategis yaitu di tengah-tengah masyarakat jadi di masjid inilah yang menjadi pusat kegiatannya. Terlebih ketika sholat Idul Fitri sampai luber karena melebihi kapasitas masjid, sampai ada yang sholat di jalan, di MI juga. Tetapi untuk sholat Idul Adha sendiri lebih sedikit daripada Idul Fitri. Dulu hampir setiap harinya adek-adek TPA mengaji di Masjid Baiturrahman, tetapi sekarang tidak. Sekarang mereka memilih mengaji di rumah-rumah yang biasanya digunakan untuk mengaji, misalnya saja di rumahnya pak lurah atau rumah pak ustadz. Yang menjadi permasalahan adalah tidak adanya guru yang mengajar mengaji. Untuk bulan Ramadhan Alhamdulillah setiap harinya masjid ini tidak pernah sepi, setiap harinya digunakan untuk sholat tarawih, setelah itu biasanya ibu-ibu dan beberapa remaja tadarusan Al-Quran, pengajian rutin, pengajian Ahad pagi, acara buka bersama, dsb.
Untuk acara-acara sosial pun hampir semuanya dilaksanakan di Masjid Baiturrahman, misalnya lomba 17 Agustus yang dilaksanakan di lapangan kecil selatan masjid, tirakatan, lomba-lomba, bazar buku, pasar murah, pengobatan gratis dan masih banyak sebenarnya.
Selain itu semua, masjid juga sering digunakan untuk tempat latihan qasidahan oleh remaja-remaja yang terkumpul dalam kelompok hadroh, tetapi sekarang tidak sama sekali, mungkin karena para remaja itu sudah tidak tertarik lagi dengan hal-hal tersebut. Selain untuk latihan, masjid juga pernah digunakan untuk tempat pentas ataupun lomba hadrohan, yaitu ketika pengajian rutin Ahad Pon maupun even-even tertentu. Untuk acar apapun pasti semua orang memilih masjid sebagai pusatnya, atau tempat berkumpul, ya karena itu tadi, masjid ini terletak cukup strategis sehingga orang yang dari barat, timur, selatan, dan utara dapat berkumpul jadi satu disini.

Kekurangan dari Masjid Baiturrahman
Kekurangan dari Masjid Baiturrahman samapai sekarang ini adalah minimnya orang yang paham akan agama, sehingga ketika ada khotbah seperti ketika Sholat Tarawih, Sholat Jumat, Sholat Idul Fitri maupun Idul Adha, khotibnya berasal dari luar daerah.
Memang kalau dari segi bangunan masjid ini tidak ada yang unik, bangunan tersebut dari masa ke masa sudah ada yang diganti materialnya. Dulunya di dalam masjid ini terdapat 4 tiang/cagak, namun sekarang sudah tidak ada. Terlebih setelah gempa Yogyakarta pada 27 Mei 2006 masjid ini mengalami keretakan yang cukup parah sehingga harus mengalami renovasi. Dana perbaikan masjid sebagian besar berasal dari Koperasi Batur Jaya, pemerintah malah tidak sedikitpun memberi bantuan pasca gempa tersebut. Selain itu, dana masjid terkumpul dari swadaya masyarakat, iuran-iuran, infaq, sedekah masyarakat dan donasi-donasi para dermawan setempat.






Refleksi :
Kata “masjid” tentunya sangat berkaitan erat dengan peradaban Islam. Masjid Baiturrahman ini dibangun pada tahun 1811, tidak dapat dipungkiri bahwa pada tahun tersebut masih banyak masyarakat yang belum begitu paham dengan keberadaan masjid untuk apa dan apa itu Islam. Mungkin memang dari zaman nenek moyang kita mereka sudah menganut agama Islam, namun mereka hanya sebatas tahu karena kurangnya ilmu pengetahuan terutamanya tentang Islam. Buktinya saja dari cerita diatas pada zaman dahulu masjid ini belum digunakan secara maksimal sebagai tempat ibadah. Namun seiring perkembangan zaman dan semakin banyaknya ulama-ulama, habib-habib, ustad-ustad, menjadikan membantu dan mensosialisasikan apa itu Islam sehingga kini masjid digunakan sebagai tempat ibadah yang utama. Yang awalnya masjid hanya digunakan untuk tarawih, hingga dapat melaksanakan sholat 5 waktu, sholat Ied dan sholat Jumat untuk umum di masjid tersebut.
Sejarah Masjid Baiturrahman sendiri tidak terlepas dari tradisi-tradisi yang begitu kental akan ketidak masuk akalannya. Misalnya saja pengantin yang diarak mengelilingi masjid, sampai batu yang dianggap sebagai makam Mbah Toleh. Seiring berjalannya waktu, kini tradisi-tradisi tersebut mulai hampir hilang. Cerita tersebut tidak terlepas dari cerita Nabi Muhammad ketika menyebarkan agama Islam. Masayarakat Arab yang awalnya sama sekali tidak tahu tentang Islam dan masih kental dengan tradisi-tradisi Quraisynya. Lambat laun akhirnya tidak sedikit masyarakat yang dapat menerima Islam, sampai akhirnya Islam sekarang begitu banyak penganutnya.

Lampiran:
Hasil Plagramme.com